Monday, March 22, 2010

SUNGAI IMPIAN: CILIWUNG


Tak ada yang menduga bahwa ternyata Jakarta merupakan kota dengan jumlah sungai terbanyak. Tercatat, terdapat enam sungai yang mengalir membelah kota Jakarta, yaitu: Sungai Angke, Sungai Krukut, Sungai Grogol, Sungai Gunung Sahari, Sungai Sunter, dan Sungai Ciliwung.
Sejak awal, sungai-sungai tersebut dijadikan sebagai pusat kehidupan masyarakat setempat. Banyak yang menggunakan keberadaan sungai-sungai tersebut untuk keperluan sehari-hari dan bahkan ada pula yang memanfaatkannya sebagai mata pencaharian.
Namun Sungai Ciliwung memiliki peran yang berbeda dengan sungai-sungai di Jakarta lainnya. Keberadaannya tidak hanya sekedar penunjang kehidupan khalayak ramai, namun juga menjadi pusat budaya dan sejarah sekaligus kebanggaan kota Jakarta. Letak Sungai Ciliwung yang strategis yaitu di jantung kota menjadikan sungai ini lebih istimewa dibandingkan yang lain.  
Menurut catatan sejarah, sejak awal abad ke-15, Sungai Ciliwung sudah menarik perhatian Belanda yang kala itu menguasai Jakarta (dulu Batavia). Sungai tersebut diberdayakan untuk menjadi jalur pelabuhan perdagangan berskala internasional. Saat itu, pihak penjajah memperluas wilayah Sungai Ciliwung hingga dapat memuat sepuluh buah kapal dagang dengan kapasitas hingga 100 ton. Tidak hanya berperan sebagai urat nadi aktivitas perdagangan, Sungai Ciliwung juga diprakasai untuk menanggulangi banjir di dalam kota. Sungai tersebut dihubungkan dengan parit-parit yang dibuat saling sejajar dan melintang, sehingga dapat mereduksi ketinggian luapan air di kala laut pasang sebab air akan mengalir dengan teratur melalui parit tersebut ke seluruh penjuru.
Saat itu, Sungai Ciliwung pun menjadi salah satu kebanggan kota Jakarta. Seorang tokoh Belanda, Jean-Baptiste Tavernier menuturkan bahwa Sungai Ciliwung memiliki air yang paling bersih dan paling baik di dunia. Tidak heran, jika Sungai Ciliwung menjadi kian populer dan makin dikenal banyak orang hingga penjuru dunia. Sebagai warga Jakarta, kita boleh berbangga jika ternyata dahulu Sungai Ciliwung merupakan tujuan wisata internasional sekaligus jantung perekonomian dunia.
Sungai Ciliwung semakin terlihat istimewa sebab sungai tersebut memiliki nilai historis yang tinggi. Ciliwung merupakan sungai purba dan satu-satunya saksi kehidupan manusia yang mendiami kota Jakarta sejak zaman Neozoikum. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan ditemukannya situs-situs kuno dari berbagai sisa kebudayaan manusia prasejarah, seperti kapak, batu, gurdi, beliung dan sisa-sisa barang gerabah yang telah berusia ribuan tahun di sekitar Sungai Ciliwung.
Dr Restu Gunawan, MHum, ahli sejarah banjir Jakarta dan juga staf Direktorat Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, menuturkan bahwa peran penting Sungai Ciliwung sebagai pusat sosial, ekonomi dan budaya kala itu menyebabkan sungai tersebut sangat dihargai dan dijaga kelestariannya. Namun seiring dengan berjalannya waktu, sungai Ciliwung telah bermetamorfosis melewati pergantian zaman hingga akhirnya menjadi sangat mengenaskan.
Sungai Ciliwung tidak lagi seindah dulu. Tidak ada kapal-kapal besar nan megah yang melewati dan bertengger di tepian sungai. Tidak ada lagi air yang jernih dan bersih. Tidak ada lagi beraneka jenis ikan dan makhluk hidup lainnya hidup di sungai tersebut. Tidak ada lagi turis yang datang kesana sebab kini Ciliwung hanya mampu menawarkan air kelam yang berbau ditemani dengan tumpukan sampah dan gubuk-gubuk di tepian sungai.
Kini, tujuan warga yang tinggal di bantaran sungai bukan lagi untuk memperoleh penghidupan yang layak atau demi melestarikan pesona yang dulu dimiliki oleh sungai tersebut, melainkan hanya karena sudah tidak tempat lagi buat mereka yang tersisihkan.
Walau Sungai Ciliwung telah tercemar akibat limbah industri maupun rumah tangga, Sungai Ciliwung tetap menjadi primadona bagi masyrakat sekitar. Keruhnya air tak menyurutkan warga sekitar seperti di daerah Kampung Pulo untuk menikmati air tersebut sebagai konsumsi sehari-hari. Baunya air pun tak juga menyurutkan warga untuk mandi dan bermain disana. Buruknya lingkungan di sekitar sungai tak pernah sekalipun menyurutkan warga untuk tetap tinggal disana. Sungai Ciliwung memang tak pernah kehilangan peminatnya.
Mereka, warga Kampung Pulo, selalu tegar untuk meneruskan perjalanan kehidupan di atas tanah yang kerap berganti menjadi genangan air yang luas dan dalam saat musim hujan mendatang atau di kala sungai meluap.
Ketegaran itu terpancar jelas dari balik sorot mata seorang warga Kampung Pulo bernama Supardi. Ia menuturkan bahwa Sungai Ciliwung adalah pusat kehidupannya. Walau masih memiliki sanak saudara di luar sana, tak pernah sekalipun ia rela untuk pindah dari kediamannya itu. Walau kini harus bertahan di tengah banjir yang menggenangi setinggi dada orang dewasa, ia tidak pernah getir atau cemas. Baginya melihat genangan air keruh di bawah sana dan tidur di loteng berselimutkan angin malam sudah menjadi kesehariannya. Ia tidak pernah sekalipun takut atau khawatir akan kesehatannya. Yang ia takutkan hanyalah petugas keamanan yang bisa kapan saja datang dan menyerbu Kampung Pulo untuk melakukan aksi penggusuran. Hatinya tak pernah tenang jika ia memikirkan masalah itu. Akan kemanakah ia harus mengarungi hidupnya lagi? Siapakah yang akan rela menjadi sahabat yang setia sekaligus saudara yang penuh perhatian seperti Sungai Ciliwung dan tetangganya?
Tak ada yang mampu menjawab. Ia pun terlihat tak begitu antusias untuk mengetahui jawabannya. Baginya yang terpenting hanya satu, ia bisa terus tinggal menikmati keindahan Sungai Ciliwung yang menurutnya tak jauh berbeda dengan kondisi sungai tersebut ratusan tahun lalu. Apalah arti kejernihan atau keindahan selama sungai tersebut masih mampu mengalirkan air bagi dirinya dan tetangga-tetanggnya.

David Immanuel Sihombing
Director of Environmental Issue and Green Technology
GARUDA Youth Community

Saturday, February 27, 2010

Pengabdian

Kami (Volunteer greenconcept IPB) adalah penggemar berat tayangan Kick Andy di Metro TV, banyak alasan untuk itu. Kick andy adalah salah satu dari sedikit tayangan berkualitas di negeri ini yang bisa memberikan inspirasi bagi banyak orang (termasuk untuk bidang lingkungan), program TV ini juga telah mengangkat pahlawan-pahlawan masa kini yang mungkin sebelumnya tidak diketahui orang lain melalui penghargaan Kick Andy Heroes, beberapa menit yang lalu kami membuka website Kick Andy untuk mengetahui tema untuk minggu ini, seperti biasa… kami terpukau dan kagum dengan tema acara tersebut, minggu ini Kick Andy akan membahas tentang beberapa relawan yang melakukan pengabdian tingkat tinggi untuk sesama, ulasan tema tersebut sangat menarik, prolognya menyinggung tentang kebermakanaan hidup manusia yang tercapai dengan mengulurkan kasih kepada sesama manusia, tentu saja hal ini didapat dari pengabdian (yang pastinya tanpa pamrih) selanjutnya dipaparkan beberapa orang pengabdi yang luar bisa gigih dalam perjuangannya.
Jika kita coba sambungkan terhadap keberadaan Greenconcept IPB (GC-IPB) GC-IPB hadir sebagai sarana mahasiswa (khususnya IPB) untuk mengabdi pada diri sendiri serta lingkungannya dengan aksi nyata dan bermanfaat tentunya, keberadaan Mahassiwa sering disebut-sebut agen of change (yang menurut kami pernyataan itu sangat narsis sekali) tapi pada kenyataanya banyak yang menyia-nyiakan kesempatan itu atau ada juga yang salah kaprah dalam menggunakan kesempatan itu sebagai contoh banyak mahasiswa melakukan aksi (demo) tanpa mengetahui tujuan demo dan keluarannya seperti apa, kecuali sampah yang bertumpuk di area demo.
Greenconcept bergerak dari hal-hal yang kecil seperti sampah dan hal kecil yang berdampak besar lainnya yang kadang terlupakan oleh bangsa ini atau (jangan jauh-jauh) oleh mahasiswa sendiri, ilustrasi ketika seorang mahasiswa kesal terhadap berita banjir yang terjadi di ibukota dan tak jarang menyalahkan pemerintah dalam pengelolaan lingkungan, disisi lain si mahasiswa sendiri belum bijak memberikan perlakukan terhadap lingkungan seperti masih menggunakan plastik dan kertas secara berlebih atau malah membuang sampah di sembarang tempat, bukan berarti saya membela pemerintah juga tapi disini saya mengajak bersama-sama mari kita berkaca dahulu atas permasalahan lingkungan yang ada, bisa dimulai dari lingkungan kosan.
Greenconcept IPB mencoba mengajak bersama-sama memperbaiki diri dalam berperilaku terhadap lingkungan karena menurut kami kepedulian lingkungan bisa kita lakukan dari hal-hal yang kecil seperti mengurangi penggunaan plastik dan kertas, hal tersebut adalah bentuk pengabdian kami.Pengabdian tidak melulu harus dilakukan sesuatu yang besar yang paling penting apakah berdampak baik dan jangan lupakan juga tentang ke ikhlasan,karena kepedulian terhadap lingkungan bukan hanya sebuah tren.
Kami yakin kita semua bisa jadi pejuang lingkungan yang bisa membuat lingkungan tempat kita tingggal jadi lebih baik yang bisa kita wariskan pada anak cucu kita kelak.

Friday, February 19, 2010

‘Furoshiki’pembungkus tradisional jepang yang ramah Lingkungan

Inspirasi untuk menjaga lingkungan bisa muncul dari mana saja, bisa saat berjalan menuju kampus, saat minum di kedai kopi atau saat menonton TV beberapa hari yang lalu kami mendapat inspirasi dari tayangan salah satu TV swasta tentang kain pembungkus dari jepang yang bernama Furoshiki, yang mungkin bisa menginsiprasi anda untuk menjaga lingkungan
Furoshiki adalah salah satu budaya Jepang berupa kain untuk mengemas, menjinjing dan menyimpan barang-barang, kerap digunakan sebagai pembungkus hadiah, Furoshiki adalah kain segi empat yang dipotong dari sebuah gulungan kain, kedua sisi hasil potongan itu kemudian dijahit . Sisi inilah yang menjadi bagian atas dan bawah dari sebuah furoshiki, dan lebih pendek dari sisi lainnya. Bentuk ini membuat diagonalnya lebih mudah diatur sehingga bisa dipakai untuk membungkus beragam barang,terdapat 10 ukuran dari yang panjangnya 45 sampai 238 cm, untuk mendapat hail bungkusan terbaik biasanya ,benda yang ingin dibungkus berukuran sekitar sepertiga dari garis diagonalnya.

Pada awalnya tahun 1600an furoshiki digunakan di rumah pemandian sebagai kain pembungkus pakaian dan perlengkapan mandi mereka . Selanjutnya, penggunaan furoshiki sebagai kain pembungkus tersebar dengan cepat seiring meningkatnya aktifitas masyarakat di masa tersebut., Furoshiki juga digunakan saat pesta pernikahan sebagai pembungkus seserahan. Kain yang digunakan umumnya bermotif burung bangau, kipas, pohon cemara dan ombak yang dipercaya akan membawa berkah dan kebahagiaan bagi penggunanya.

Belakangan ini pengunaan Furoshiki untuk membungkus barang bawaan kembali dihidupkan sebagai gerakan untuk menjaga lingkungan sekaligus pengkajian kembali budaya tradisional Jepang.Bahkan pada tahun 2006 menteri lingkungan Jepang saat itu Yuriko Koike menjadikan "Mottainai Furoshiki" sebagai simbol kebudayaan jepang dalam mengurangi jumlah sampah Sejumlah cara penggunaan yang inovatif  pun bermunculan sehingga Furoshiki menjadi lebih digemari dan semakin sering digunakan misalnya sebagai tas, sebagai pembungkus kado dan dekorasi.

Hal yang terpenting dari Furoshiki ini adalah konsep ‘penggunaan’ yang berulang. Furoshiki tidak untuk digunakan sekali pakai. Menggunakan Furoshiki juga berarti  mengurangi  penggunaan materi baru untuk pengemasan sekaligus mengurangi pengunaan kemasan yang berlebihan serta penghematan energi.
Nah..setelah mengetahui sedikit pengetahuan tentang Furoshiki bagaimana?apakah sobat GC tertarik untuk menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari baik itu sebagai pengganti plastik atau untuk keperluan lainnya, kalau kami tentu saja tertarik walaupun tidak punya kain furoshiki kita bisa menggantinya dengan kain lain bisa slayer atau kain lainnya seperti batik misalnya. Forushiki ini menunjukkan bahwa dari dulu nenek moyang bangsa Jepang sudah menerapkan kecintaan terhadap lingkungan, begitu juga nenek moyang kita karena yang sama-sama kita tahu bahwa banyak kearifan lokal yang sekarang ini banyak terlupakan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, mungkin jika kita bisa menggalinya masih banyak hal baik seperti Furoshiki ini yang bisa kembali kita aplikasikan demi menjaga lingkungan kita ini.
(Puspita-diolah dari berbagai sumber)

Tuesday, January 26, 2010

Tidak cukup hanya sekedar bersimpati, namun berempatilah!!!

Cerita ini berawal dari obrolan ringan dua orang remaja dalam sebuah angkot, mereka bertukar pikiran mengenai solusi untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan kantong plastik yang tidak bijak. Ide-ide sederhana tercipta untuk memberi solusi demi bakti pada lingkungan. Seiring berjalannya waktu, keduanya menyadari bahwa satu atau dua batang lidi saja tidak akan mampu membersihkan sampah karena mudah terpatahkan, dan perlu adanya suatu perkumpulan namun dalam hal ini keduanya lebih senang dengan kata Komunitas. Hingga akhirnya keduanya mencoba membina sebuah komunitas kecil dengan memegang sebuah visi misi untuk lingkungan yang lebih baik.

Idealis? Ya memang terdengar sedikit idealis. Namun keduanya tidak melakukan tanpa alasan. Sebuah kalimat suci menjadi pegangan dalam membina komunitas iniberjalanlah kalian di bumi ini namun janganlah kalian berbuat kerusakan”. Sederhana namun hikmah dibalik itu berdampak sangat besar.

Hari ini 26 Januari tepat dua tahun setelah kedua sahabat tersebut berniat untuk menjalankan misi tersebut, Alhamdulillah kami panjatkan syukur kehadirat-NYa bahwa Komunitas Hijau Greenconcept IPB masih diberi amanat untuk tetap menjalankan misi baktinya untuk lingkungan.
Perjuangan kami hingga saat ini tidaklah semudah mengedipkan kedua mata. Semangat kami layaknya roda terkadang di atas dan terkadang di bawah. Namun demikian yang kami rasakan semangat itu tetap ada meskipun hanya sekedar simpati.

Ya, setidaknya kami bersimpati.

Namun saat ini bukan saatnya kami hanya bersimpati, empati juga menjadi bukti nyata kalau kami memang berniat untuk berbakti.
Greenconcept saat ini layaknya tunas yang sedang berjuang untuk terus bertahan hingga dapat menjadi sebuah pohon yang kuat dan kokoh. Namun demikian Greenconcept tidak bisa berjuang sendiri, benar memang semboyan Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh, untuk tetap teguh kita perlu berempati tidak sekedar bersimpati.

Simpati layaknya benih-benih lain yang hanya memiliki keinginan untuk memberi namun nyatanya hanya mampu menerima. Adapun empati layaknya Matahari, Tanah, Air, Angin, dan pihak lainnya yang siap memberi untuk keberlangsungan hidup benih-benih tersebut.

Ya, inilah saatnya tidak hanya KAMI namun KITA untuk berempati. Tidak hanya menjadi benih yang ingin hidup namun tanpa memberi, tapi jadilah Matahari yang siap memberikan cahayanya untuk membantu proses fotosintesis, atau Tanah yang siap memberikan tempat hidup bagi benih, atau Air yang siap memberi kesejukan dan mineral, atau pun Angin yang siap menyebarkan benih-benih kebaikan bila nanti kelak benih itu telah menjadi pohon yang kokoh, kuat dan produktif.

Dalam sebuah kata mutiara:
“bila kau mampu berbuatlah dengan tanganmu, bila tidak berbuatlah dengan lidahmu, bila tidak juga berbuatlah dengan hatimu (simpati), namun ketahuilah berbuat dengan hati merupakan usaha terlemah”

Bersimpati bukanlah suatu hal yang salah, namun alangkah lebih baik bila kita mampu berempati. Berani merealisasikan apa yang kita niatkan.

Adapun kaitannya dengan masalah lingkungan,

Ya, lingkungan kita adalah tanggungjawab kita bersama. Lingkungan baik, baiklah kita dan begitu pun sebaliknya. Tentu saja kita telah mengetahui banyak hal mengenai potensi dan kendala dari lingkungan. Contoh kecil saja mengenai membuang sampah. Slogan Buanglah Sampah pada Tempatnya (tempat sampah) pastinya telah terpatri dalam ingatan kita. Namun apakah itu hanya sekedar slogan?

Tentu tidak.

Pastinya kita memahami maksud dari slogan tersebut. Adanya larangan bagi kita untuk tidak membuang sampah sembarangan, dan harus dibuang pada tempat (sampah) nya. Bila hal tersebut tidak dilakukan makan dampaknya justru akan mengganggu kehidupan kita. Namun demikian kesadaran dan pahamnya kita baru sekedar simpati. Kita perlu melanjutkannya dengan berempati, melakukan slogan tersebut dalam kehidupan kita.

Ya, seperti itulah seharusnya kehidupan kita. Tidak hanya menerima namun pada hakikatnya harus lebih banyak memberi manfaat bagi pihak lain. Dan kami Komunitas Hijau Greenconcept IPB masih mencoba berusaha untuk terus memberikan yang terbaik.

“mulailah dari hal yang kecil, mulailah dari diri sendiri dan mulailah dari saat ini”, begitulah moto kami.

Mulai dari hal yang kecil, ya layaknya sebuah garis yang terbentuk dari ribuan titik-titik. Bila satu titik hilang makan garis itu akan terputus. Jelaslah bahwa hal kecil namun dilakukan secara kontinyu akan berdampak sangat besar.

Mulai dari diri sendiri, ya memang suatu contoh akan lebih mudah diikuti bila orang yang mencontohkan tersebut telah terbiasa dengan hal yang dicontohkannya. “janganlah kamu mengatakan apa yang kamu belum melakukannya”

Mulailah saat ini juga, ya memang berani memulai adalah gerbang utama dari segala jalan dan tentunya tidak ada kata terlambat untuk memulai sebuah kebaikan.

Kita melakukan ini, karena kita mau … we did it because we want it

Berempatilah!!!

Selasa, 26 Januari 2010
Greenconcept IPB